Pulangnya Naskah Kuno: Momentum Perkuat Identitas Nasional Dan Kajian Sejarah Nusantara

Selasa, 09 Desember 2025

    Bagikan:
Penulis: Bakhtiar Hadi
Repatriasi naskah kuno memberi akses pada sumber sejarah primer, membuka peluang reinterpretasi sejarah Nusantara dan penguatan identitas berbasis bukti autentik. (Doc. perpusnas.go.id)

Jakarta - Peristiwa budaya penting kembali terjadi dengan tiba di Indonesia naskah-naskah kuno hasil repatriasi dari Selandia Baru. Perpustakaan Nasional RI, sebagai institusi penerima, memandang momen ini sebagai peluang besar di bidang kebudayaan dan historigrafi. Oleh karena itu, Kepala Perpusnas memberikan tiga arahan operasional yang memiliki implikasi strategis: pendataan ilmiah, preservasi jangka panjang, dan diseminasi isi naskah, yang semuanya bermuara pada penguatan identitas dan kedaulatan pengetahuan bangsa.

Kembalinya sumber sejarah primer semacam ini memiliki makna yang dalam. Selama ini, kajian sejarah Indonesia sering kali sangat bergantung pada sumber-sumber kolonial atau catatan asing. Keberadaan naskah kuno asli Nusantara memberikan perspektif dari dalam (insider perspective), yakni bagaimana masyarakat masa lalu mencatat dan memaknai peristiwa di sekitarnya. Hal ini krusial untuk mendekonstruksi narasi sejarah yang bias dan membangun narasi yang lebih autentik.

Arahan untuk pendataan dan inventarisasi yang ketat adalah langkah awal membangun otoritas pengetahuan. Dengan membuat deskripsi yang rinci dan katalog yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik, Perpusnas sedang membangun fondasi database sejarah budaya Indonesia. Katalog ini akan menjadi rujukan utama bagi sejarawan, filolog, dan antropolog di dalam dan luar negeri yang ingin mempelajari Nusantara, sekaligus memperkuat posisi tawar Indonesia dalam percaturan ilmu pengetahuan global.

Arahan preservasi, khususnya melalui digitalisasi, memiliki dimensi kedaulatan. Dengan menguasai format digital dari naskah asli, Indonesia memiliki kendali penuh atas reproduksi dan distribusi kontennya. Hal ini mencegah monopoli interpretasi oleh pihak asing dan memastikan bahwa bangsa Indonesia adalah subjek utama dalam menafsirkan warisan budayanya sendiri. Preservasi digital juga menjamin bahwa sumber pengetahuan ini tidak akan hilang ditelan zaman.

Arahan untuk mendiseminasikan isi naskah kepada publik memiliki fungsi nation building. Ketika masyarakat luas, melalui sekolah, media, atau pameran, dapat mengakses cerita, nilai, dan ilmu dari naskah kuno, maka ikatan emosional dan kebanggaan terhadap warisan leluhur akan menguat. Pemahaman yang mendalam tentang akar budaya merupakan antidot terhadap erosi identitas di era globalisasi dan dapat menjadi perekat sosial.

Setiap naskah yang kembali ibarat potongan puzzle yang hilang dari gambar besar peradaban Nusantara. Isinya mungkin dapat mengungkap jaringan perdagangan antarpulau yang terlupakan, hubungan diplomatik kerajaan-kerajaan lokal, atau respons masyarakat terhadap fenomena alam. Penemuan-penemuan semacam ini tidak hanya menambah halaman baru dalam buku sejarah, tetapi juga memperkaya kebanggaan nasional dengan bukti-bukti konkret tentang kompleksitas dan kemajuan masyarakat masa lalu.

Untuk memaksimalkan momentum ini, Perpusnas perlu menjalin sinergi erat dengan Asosiasi Ahli Epigrafi Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (untuk naskah keagamaan), serta komunitas adat sebagai pemilik pengetahuan tradisional. Pendekatan partisipatif ini memastikan bahwa proses interpretasi naskah tidak elitis dan tetap terhubung dengan konteks budaya asalnya. Dengan demikian, naskah kuno tidak menjadi benda mati di museum, tetapi hidup dalam kesadaran kolektif masyarakat.

Repatriasi dan penanganan naskah kuno ini adalah proyek kebudayaan skala nasional. Ia mengajak seluruh bangsa untuk melihat ke belakang bukan untuk terpuruk dalam nostalgia, tetapi untuk mengambil pelajaran, inspirasi, dan kekuatan guna menghadapi tantangan masa depan. Dengan merawat warisan intelektual, Indonesia sedang membangun fondasi yang kokoh untuk menjadi bangsa yang maju namun tetap berkarakter kuat berdasarkan jatidiri yang terbentuk dari sejarahnya yang panjang dan gemilang.

(Bakhtiar Hadi)

Baca Juga: Perpusnas Apresiasi Kontribusi FIB UI Selama 86 Tahun Sebagai Lembaga Pendidikan Humaniora
Tag

    Bagikan:

Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.