Penyegelan 5 Lokasi Pembalakan Liar Sebagai Upaya Pencegahan Banjir Berulang

, 07 Desember 2025

    Bagikan:
Penulis: Chokri Karem
Penyegelan lima lokasi pembalakan liar tidak hanya untuk penyidikan kasus banjir yang telah terjadi, tetapi juga sebagai langkah pencegahan agar bencana serupa tidak terulang. (Dok Kemenhut)

Mandailing Natal - Tindakan penyegelan yang dilakukan oleh kepolisian terhadap lima lokasi pembalakan liar memiliki dimensi strategis yang lebih luas, yaitu pencegahan. Selain untuk mengamankan barang bukti, penyegelan bertujuan menghentikan sementara aktivitas merusak di lokasi-lokasi rawan tersebut, sehingga memutus mata rantai kerusakan yang dapat memicu bencana banjir bandang berulang di masa mendatang. "Ini adalah langkah interim yang vital. Kami ingin memastikan tidak ada lagi aktivitas ilegal yang memperparah kondisi lingkungan saat penyidikan berjalan," ujar Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol. Hadi Wahyudi.

Lokasi-lokasi yang disegel dinilai memiliki kerentanan tinggi terhadap bencana hidrometeorologi. Dengan ditutupnya akses ke lokasi tersebut, diharapkan dapat mencegah penebangan lebih lanjut yang akan semakin menggerus kemampuan tanah menyerap air. Hal ini sejalan dengan upaya mitigasi bencana berbasis lingkungan yang tengah digalakkan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat.

Proses penyegelan dilakukan dengan melibatkan perangkat desa dan tokoh masyarakat setempat. Polisi memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan hukum dari penyegelan tersebut, sekaligus meminta dukungan masyarakat untuk mengawasi lokasi. "Kami libatkan masyarakat karena merekalah yang paling dirugikan dan paling memahami kondisi lapangan. Mereka akan menjadi mitra pengawasan yang efektif," jelas Hadi.

Langkah pre-emptif ini mendapat dukungan penuh dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI. Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, dalam pernyataannya mendukung penuh tindakan Polda Sumut. Ia menegaskan bahwa penegakan hukum administratif dan pidana harus berjalan beriringan dengan upaya pemulihan ekosistem. "Penyegelan adalah bentuk law enforcement yang konkret. Selanjutnya, kami akan dorong proses restorasi di lokasi-lokasi yang rusak," kata Rasio.

Pakar hukum lingkungan dari Universitas Andalas, Dr. Rika Harnita, menilai penyegelan sebagai tindakan yang tepat dalam hukum acara pidana, khususnya untuk kasus lingkungan yang kompleks. "Dengan disegel, lokasi kejahatan lingkungan dapat diamankan dari interferensi pihak lain. Ini juga memberikan waktu bagi penyidik untuk melakukan analisis forensik lingkungan yang mendalam," paparnya.

Di lapangan, penyegelan telah mengubah dinamika di sekitar lokasi. Aktivitas mencurigakan yang sebelumnya terlihat telah mereda. Warga berharap kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk segera menanam kembali pohon-pohon pelindung di lahan yang kritis. Beberapa kelompok masyarakat sipil bahkan telah menyiapkan proposal untuk menjadi bagian dari program rehabilitasi hutan dan lahan (RHL).

Polda Sumut berkomitmen untuk tidak membuka segel sebelum proses penyidikan dinyatakan selesai dan ada keputusan lebih lanjut dari pihak berwenang, baik untuk dijadikan barang bukti tetap maupun untuk direhabilitasi. "Status penyegelan akan kami pertahankan sampai ada keputusan hukum yang berkekuatan tetap. Ini bentuk tanggung jawab kami kepada lingkungan dan masyarakat," tegas Kapolda.

Melalui langkah penyegelan ini, polisi tidak hanya berperan sebagai penegak hukum reaktif pascabencana, tetapi juga mulai bergeser ke peran preventif. Diharapkan, pendekatan seperti ini dapat menjadi model penanganan kasus kerusakan lingkungan di daerah lain, yang memadukan aspek hukum, ekologi, dan partisipasi masyarakat secara seimbang.

(Chokri Karem)

Baca Juga: Bamsoet: Sinergi Jokowi Dan Prabowo Contoh Politik Yang Fokus Pada Rakyat
Tag

    Bagikan:

Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.